Siang itu setelah pergi ke rumah teman untuk mengikuti acara walimatul’ursy, aku bersama teman-teman
akhwat pergi untuk menjenguk teman yang
sakit. Sudah beberapa minggu memang teman kami sakit dan di rawat di sana.
Siang itu matahari tak menampakan sinarnya. Hujan turun
perlahan membasahi kendaraan kami. Kami basah, segera melaju kendaraan kami
dengan cepat agar kami sampai di rumah sakit dengan segera. Ada banyak yang
datang sebenarnya, tapi karena hujan turun dengan derasnya, mungkin beberapa
dari kami memutuskan untuk berteduh. Sehingga hanya baru ada 6 orang yang
sampai di rumah sakit.
Kami masuk ke dalam rumah sakit, yang kami datangi bukan
rumah sakit islam, tapi rumah sakit milik orang kristiani. Semua pekerja di
sini termasuk yang berjualan di rumah sakit ini di haruskan beragama kristen,
di luar islam maka di larang. Dan yang aku herankan adalah kebanyakan orang
yang berobat di sini adalah orang muslim.
Mungkin ada beberapa alasan kenapa orang-orang memilih berobat di sini,
selain fasilitas di sini lumayan lengkap, jarak antara rumah dengan rumah sakit
ini mungkin tidak terlalu jauh sehingga mudah di jangkau, mungkin karena alasan
ini juga teman kami memilih di pondokan
di sini.
Kami masuk ke dalam ruangan di mana teman kami di rawat.
Hanya bisa mengelus dada dan terharu. Teman kami terlihat sangat kurus. Sedih
rasanya melihat kondisinya saat itu. Ya ALLOH betapa indah nikmat sehat yang
telah Engkau berikan, sabarkan teman kami ini sehingga ia bisa menghadapi penyakitnya
dengan lapang. Wajahnya terlihat pucat, tubuhnya kurus. Suaranya terdengar
parau. Badannya tidak bisa ia gerakan seperti biasanya. Benar-benar
mengharukan.
Kami bercakap-cakap sebentar, mengobrol ini dan itu. Teman
kami (dengan pelan) menceritakan beberapa hal kenapa ia bisa masuk di rumah
sakit itu. Saat itu katanya ia tak sadarkan diri dan saat sadar ia sudah berada
di rumah sakit ini. Tubuhnya di invus dengan dua selang. Satu untuk nutrisi dan
satunya lagi untuk apa aku tidak terlalu paham. Ia bilang saat pertama datang
ke rumah sakit ini tubuhnya tidak bisa bergerak, tapi alhamdulillah sekarang ia
sudah bisa memiringkan badannya. Ya ALLOH sekali lagi, nikmat dariMu lah yang
paling besar. Terimakasih atas nikmat-nikmat yang telah Engkau berikan kepada
kami.
Saat asyik mengobrol mataku melihat sekeliling kamar, ada
salib tertempel di dinding dan itu tepat menghadap kiblat. Seorang akhwat
berkata kepadaku, “Anti kan tinggi, ambil salib itu dan sembunyikan”, katanya.
Aku hanya bisa diam dan mengangguk. Perintah itu belum aku laksanakan, aku
menunggu waktu yang pas untuk mengambilnya. Perawat masuk ke dalam ruangan
untuk mengganti tabung oksigen, kami keluar. Aku berencana mengambilnya setelah
perawat itu pergi. Benar, setelah perawat itu pergi aku dan teman akhwat masuk
lagi ke dalam ruangan. Pintu sengaja di tutup lalu aku mulai bertindak, aku
naik ke sebuah kursi dan mengambil salib tersebut, sementara yang lain
berjaga-jaga di dekat pintu. Ada rasa deg-degan saat mengambil salib tersebut
karena takut ketahuan, tapi alhamdulillah aku berhasil mengambilnya. Aku segera
menyimpannya di laci.
Ingin segera pulang tapi hujan masih turun deras, kami harus
menunggu hujannya reda. Kembali seorang akhwat berkata kepadaku, “Nanti
salibnya di bawa dan di buang atau terserah mau di apakan, yang penting jangan
di letakkan di sini”, katanya. “Terus pake apa di buangnya? Kan kelihatan?”,
tanyaku. “Pakai kantong kresek dan taruh di tas terus di buang”, jawabnya. Aku
mengangguk-angguk.
Sebelum pulang aku kembali ke ruangan dan mengambil salib di
dalam laci, memasukannya ke dalam kantong kresek dan memasukanya lagi ke dalam
tas ku. Aku berpamitan dan pergi dengan membawa salib tersebut. Hujan sudah
reda. Aku merasa bahwa ini adalah kejadian yang sangat mengesankan. Sesampainya
di rumah, aku segera membakar salib tersebut.
Aku tahu bahwa apa yang aku lakukan mungkin di sebagian orang
adalah hal yang salah. Tapi bagiku, aku akan merasa sangat sedih dan berdosa
jika melihat saudariku harus shalat menghadap ke arah salib. Bagiku, aku sama
saja mengetahui hal yang salah tapi tak memperingatkannya. Betapa hinanya aku
jika harus membiarkan hal tersebut terjadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar