Love |
Terik matahari menyambar kota
padat penduduk itu. Seorang gadis berjalan sendiri melewati lorong-lorong jalan
yang sempit yang biasa ia lalui. Gadis itu bernama Naomi. Wajahnya cantik
putih, hidungnya mancung, ada pipit di kedua pipinya, matanya bulat dan rambutnya
lurus. Ia selalu mengikat rambutnya menjadi satu di atas. Dahinya selalu
tertutup poni yang ia sempong ke
samping.
Ia terlihat menyeka dahinya yang
telah mengalirkan keringat. Maklum, untuk sampai di tempat tinggalnya ia harus
berjalan sekitar setengah meter dari sekolahnya. Sebenarnya akan lebih cepat
jika ia pulang naik kendaraan umum, tapi sayangnya ia lebih memilih menabungkan
uang sakunya dari pada untuk biaya transportasinya yang memang lumayan mahal
itu.
Ia tinggal di apartemen mini hanya
bersama kakak laki-lakinya. Seno adalah nama panggilan kakaknya. Seno adalah
seorang penyanyi di sebuah grup band yang ia ciptakan belum lama ini. Namun
band-nya belum terkenal layaknya band-band yang telah tampil di TV. Ia hanya
band indi yang baru terkenal di lingkungan sekitar saja. Meski masih terbilang
band baru, penggemar mereka sudah mulai banyak, terlebih penggemar kalangan
muda dan gadis-gadis. Pasalnya band yang di beri nama Star Band ini hampir
semua anggotanya memiliki wajah yang kece alias cakep.
Seno
sebagai vocalis. Ia memiliki paras yang tampan dengan hidung mancungnya.
Sama halnya seperti adiknya Naomi, ia memiliki pipit di kedua pipinya. Meski
kulitnya sawo matang –berbeda dengan adiknya-, tapi ia terlihat manis ketika
tersenyum. Postur tubuhnya tinggi bak seorang model. Di antara anggotanya,
Seno-lah yang selalu terlihat ramah dengan para fansnya. Karenanya, hampir
semua cewe tergila-gila dengannya.
Riko
sebagai gitaris. Ia memiliki wajah yang tak kalah tampannya dengan Seno.
Terlebih ia memiliki kulit yang putih. Tubuhnya kurus dan tinggi. Yang membuat
fansnya tergila-gila padanya adalah sifatnya yang selalu terlihat cool. Dengan
sifatnya yang sedikit pendiam itu, membuat ia terlihat bagai sosok yang
misterius. Yang membuat gadis-gadis terpesona olehnya. Ia tipe pria yang jarang
sekali tersenyum bahkan tertawa. Dan ketika ia menebar senyumnya, maka
gadis-gadis yang melihatnya akan meleleh dibuatnya.
Dewo
sebagai bassis. Tampangnya seperti orang culun dengan kacamata yang
selalu melekat di wajahnya. Tapi ketika kacamata itu di lepas, akan terlihat
sebuah mata yang cantik yang akan membuat iri siapa saja yang melihatnya. Untuk
melindungi mata cantiknya itu, ia memutuskan
untuk selalu mengenakan kacamatanya. Sebelum mengetahui kelebihan yang di miliki
Dewo, jarang sekali yang mau menjadi fansnya. Namun setelah melihat mata indah
itu, fansnya selalu meningkat tiap harinya.
Egy
sebagai pianis. Ia memiliki tubuh yang kecil di banding teman-teman satu
bandnya, namun masih bisa di bilang pas untuk ukuran seorang laki-laki.
Kulitnya putih, hidungnya mancung, rambutnya sedikit berantakan layaknya anak
band. Tubuhnya memang kecil, tapi makannya sangat banyak. Ia tipe orang yang sangat cerewet. Mulutnya tidak pernah berhenti
kecuali makanan muncul di hadapannya.
Dan yang terakhir Dedy sebagai drummer. Dedy adalah anggota Star
Band yang paling muda. Pasalnya baru lulus SMA kemarin ia langsung bergabung
dengan Star Band. Meski usianya masih muda, tapi keahliannya dalam memainkan
drummer tak kalah hebatnya dengan pemain senior yang sudah lebih jago. Ia
terbilang pemalu tapi masih suka ngomong.
Hanya saja tidak secerewet Egy.
Meski anggota Star Band memiliki
berbagai sifat, namun kekompakkan mereka selalu mereka jaga dengan saling
terbuka satu sama lain. Meski sejujurnya terkadang ada masalah yang mereka
sembunyikan secara personal.
Akhirnya Naomi sampai di
apartemen mininya itu. Ia mengeluarkan kunci apartemen di dalam saku roknya. Di
masukkannya kunci ke dalam lubang pintu setelah ia berhasil mengambil kunci tersebut.
“Emm,, tidak terkunci.”, tuturnya
lirih.
Ini berarti Kakaknya sudah tiba
di sana sebelum ia. Naomi masuk tanpa mengucapkan sepatah katapun. Di lihatnya
sang kakak dengan semua teman-temannya yang duduk asyik dengan kesibukkan
masing-masing. Ia hanya menggelengkan kepalanya.
Seno asyik memainkan ps-an nya
bertanding besama Egy yang sedari tadi terus berteriak-teriak karena kecurangan
Seno yang terus merebut tik papannya. Sementara Dedy dan Dewo sedang meneliti
bassis milik Dewo, entah apa yang sedang mereka teliti, mereka terlihat
mengotak-atik bassis itu. Berbeda dengan ke empat teman yang sibuk
bersama-sama, Riko cenderung memisahkan diri. Ia sedang asyik menatap buku di
hadapannya. Ia sedang menulis sesuatu untuk lagu barunya.
Di bukanya pintu kamar yang sengaja
ia gembok. Seno menyadari kedatangan adiknya. Ia menengok sebentar lalu menatap
layar Tvnya lagi.
“Loe udah pulang de?”, katanya
basa-basi tanpa menatap keberadaan adiknya itu.
Naomi menengok ke arah kakaknya,
sementara yang lain menatap kedatangan Naomi. Naomi tersenyum kecut.
“Hai..”, katanya datar dan sedikit terpaksa. Ia menganggukkan
kepalanya dengan tangan terangkat.
Semua mengagguk membalas sapaan
Naomi. Naomi berbalik menatap pintu kamarnya yang sudah terbuka. Ia bergegas
masuk. Sementara di ujung sana seorang laki-laki yang memegang pensil menatap
Naomi tajam. Senyumnya sedikit ia tunjukkan, tapi tetap Naomi tak menyadari
itu. Jantungnya berdegup kencang ketika matanya menatap gadis yang sudah ia
sukai sejak pertama bertemu.
Dua tahun yang lalu, tanpa
sengaja Riko menabrak Naomi saat Naomi membawa beberapa barang belanjaannya.
Berkali-kali Naomi mengucap kata maaf padahal bukan dia yang salah. Riko lah
yang menabraknya terlebih dahulu, namun naomi yang terus mengucap kata maaf. Naomi
terihat sangat menyesal namun Riko hanya bisa menaggapinya dengan kalimat
‘tidak apa-apa’. Saat itu, setelah Riko megucapkan kata itu, Naomi tersenyum manis
yang membuat jantung Riko berdetak kencang. Ia telah terpana dengan senyuman
Naomi. Senyuman manisnya.
Entah Naomi masih mengingat Riko
atau tidak setelah kejadian itu. Pasalnya, setelah mereka bertemu secara resmi
dengan di kenalkan oleh Seno, Naomi seakan tidak pernah melihat Riko. Tidak ada
kekagetan yang di harapkan Riko saat Naomi melihatnya. Hanya sikap biasa yang
ia tunjukkan kepada Riko. Dan Riko hanya bisa bersikap datar seakan belum
pernah melihatnya juga sebelumnya.
Meski Naomi tidak megingat
kejadian itu, namun Riko merasa senang. Dengan pertemanannya dengan Seno akan
membuat mereka sering bertemu walaupun Riko tak bisa melakukan banyak, tapi ia
akan senang hanya dengan menatap Naomi. Cintanya semakin hari semakin tumbuh.
Dan itu membuatnya merasa sangat bersemangat.
Seno bangkit dari kursinya.
“Mau kemana loe Kak?”, tanya Egy
melihat kepergian Seno yang tiba-tiba padahal permainan mereka belum selesai.
“Bentar.”, jawabnya.
Ia berjalan menuju kamar Naomi.
Di bukanya pintu kamar Naomi dengan tiba-tiba yang membuat Naomi berteriak.
“Iiihhh kalo masuk ketok pintu
dulu kenapa sih!”, tutur Naomi sedikit kesal.
“Sorry, sorry. Lagian ngga di
kunci jadi ya gue langsung masuk aja.”, tutur Seno mencoba membela diri.
Naomi hanya diam tak membalas
perkataan kakaknya itu. Itu lah kebiasaan buruk kakaknya yang selalu masuk
kemana pun tanpa mengetuknya terlebih dahulu kecuali jika ruangan itu sudah
terkunci. Ia sudah menghafal sikap buruk kakaknya itu.
“Ada apa?”, tanya Naomi datar.
Tangannya masih memegang beberapa buku yang ia keluarkan dari tasnya.
“Loe ngga kemana-mana kan habis
ini. Tolong masakin makanan buat kita dong. Kan masakan loe enak. Gue udah
belanja kok bahan-bahannya, loe tinggal masak.”, pinta Seno kepada adik
tercintanya.
“Terus Kakak mau bayar gue apa
kalo gue udah masakkin makanan buat Kakak juga temen-temen Kakak?”, balasnya.
“Ye empyun, gitu aja bayar. Besok
deh gue traktir loe.”, sahut sang Kakak sedikit ngga ikhlas.
“Beneran lho? Ini janji loe Kak,
jadi kalo gagal gue ngga bakal mau masakin lagi buat loe.”, ancam Naomi.
“Iya-iya, gue tau. Lagian gue bukan
tipe orang yang suka ingkar janji kok.”, tutur Seno.
“Okeh. Gue ganti baju dulu.”,
tutur Naomi.
Seno hanya menganggukkan
kepalanya sambil berlalu meninggalkan kamar Naomi. Setelah menyelesaikan
urusannya berganti pakaian, Naomi bergegas menuju dapur. Di lihatnya sebuah
kantong kresek besar. Di bukanya kantong kresek itu dan di teliti apa saja isi
kantong itu. Tangan Naomi mulai tergerak melihat bahan-bahan masakan di
hadapannya. Kompor mulai di nyalakan. Ia sibuk dalam dunianya.
*To be continued...