Salam


Minggu, 11 Maret 2012

Sepenggal Kisah




Siang itu setelah pergi ke rumah teman untuk mengikuti acara walimatul’ursy, aku bersama teman-teman akhwat pergi  untuk menjenguk teman yang sakit. Sudah beberapa minggu memang teman kami sakit dan di rawat di sana.

Siang itu matahari tak menampakan sinarnya. Hujan turun perlahan membasahi kendaraan kami. Kami basah, segera melaju kendaraan kami dengan cepat agar kami sampai di rumah sakit dengan segera. Ada banyak yang datang sebenarnya, tapi karena hujan turun dengan derasnya, mungkin beberapa dari kami memutuskan untuk berteduh. Sehingga hanya baru ada 6 orang yang sampai di rumah sakit.

Kami masuk ke dalam rumah sakit, yang kami datangi bukan rumah sakit islam, tapi rumah sakit milik orang kristiani. Semua pekerja di sini termasuk yang berjualan di rumah sakit ini di haruskan beragama kristen, di luar islam maka di larang. Dan yang aku herankan adalah kebanyakan orang yang berobat di sini adalah orang muslim.  Mungkin ada beberapa alasan kenapa orang-orang memilih berobat di sini, selain fasilitas di sini lumayan lengkap, jarak antara rumah dengan rumah sakit ini mungkin tidak terlalu jauh sehingga mudah di jangkau, mungkin karena alasan ini juga teman kami memilih di pondokan di sini.

Kami masuk ke dalam ruangan di mana teman kami di rawat. Hanya bisa mengelus dada dan terharu. Teman kami terlihat sangat kurus. Sedih rasanya melihat kondisinya saat itu. Ya ALLOH betapa indah nikmat sehat yang telah Engkau berikan, sabarkan teman kami ini sehingga ia bisa menghadapi penyakitnya dengan lapang. Wajahnya terlihat pucat, tubuhnya kurus. Suaranya terdengar parau. Badannya tidak bisa ia gerakan seperti biasanya. Benar-benar mengharukan.

Kami bercakap-cakap sebentar, mengobrol ini dan itu. Teman kami (dengan pelan) menceritakan beberapa hal kenapa ia bisa masuk di rumah sakit itu. Saat itu katanya ia tak sadarkan diri dan saat sadar ia sudah berada di rumah sakit ini. Tubuhnya di invus dengan dua selang. Satu untuk nutrisi dan satunya lagi untuk apa aku tidak terlalu paham. Ia bilang saat pertama datang ke rumah sakit ini tubuhnya tidak bisa bergerak, tapi alhamdulillah sekarang ia sudah bisa memiringkan badannya. Ya ALLOH sekali lagi, nikmat dariMu lah yang paling besar. Terimakasih atas nikmat-nikmat yang telah Engkau berikan kepada kami.

Saat asyik mengobrol mataku melihat sekeliling kamar, ada salib tertempel di dinding dan itu tepat menghadap kiblat. Seorang akhwat berkata kepadaku, “Anti kan tinggi, ambil salib itu dan sembunyikan”, katanya. Aku hanya bisa diam dan mengangguk. Perintah itu belum aku laksanakan, aku menunggu waktu yang pas untuk mengambilnya. Perawat masuk ke dalam ruangan untuk mengganti tabung oksigen, kami keluar. Aku berencana mengambilnya setelah perawat itu pergi. Benar, setelah perawat itu pergi aku dan teman akhwat masuk lagi ke dalam ruangan. Pintu sengaja di tutup lalu aku mulai bertindak, aku naik ke sebuah kursi dan mengambil salib tersebut, sementara yang lain berjaga-jaga di dekat pintu. Ada rasa deg-degan saat mengambil salib tersebut karena takut ketahuan, tapi alhamdulillah aku berhasil mengambilnya. Aku segera menyimpannya di laci.

Ingin segera pulang tapi hujan masih turun deras, kami harus menunggu hujannya reda. Kembali seorang akhwat berkata kepadaku, “Nanti salibnya di bawa dan di buang atau terserah mau di apakan, yang penting jangan di letakkan di sini”, katanya. “Terus pake apa di buangnya? Kan kelihatan?”, tanyaku. “Pakai kantong kresek dan taruh di tas terus di buang”, jawabnya. Aku mengangguk-angguk.

Sebelum pulang aku kembali ke ruangan dan mengambil salib di dalam laci, memasukannya ke dalam kantong kresek dan memasukanya lagi ke dalam tas ku. Aku berpamitan dan pergi dengan membawa salib tersebut. Hujan sudah reda. Aku merasa bahwa ini adalah kejadian yang sangat mengesankan. Sesampainya di rumah, aku segera membakar salib tersebut.

Aku tahu bahwa apa yang aku lakukan mungkin di sebagian orang adalah hal yang salah. Tapi bagiku, aku akan merasa sangat sedih dan berdosa jika melihat saudariku harus shalat menghadap ke arah salib. Bagiku, aku sama saja mengetahui hal yang salah tapi tak memperingatkannya. Betapa hinanya aku jika harus membiarkan hal tersebut terjadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar